Sunah memakai celak bagi ikhwan
Hadits 1:
Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi bersabda:
اكْتَحِلُوا بِالْإِثْمِدِ فَإِنَّهُ يَجْلُو الْبَصَرَ وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ
“Bercelaklah kalian dengan itsmid, karena dia bisa mencerahkan mata dan menumbuhkan rambut.” (At Tirmidzi, 6/383/1679. Ahmad, 32/76/15341. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, 10/212/12325)
Status hadits:
Berkata At Tirmidzi: hasan gharib (ibid). Dishahihkan oleh Ibnu Hibban (Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri, Tuhfah Al Ahwadzi, 4/455. Al Hafizh Ibnu Hajar, Fathul Bari, 16/223). Syaikh Al Albani menshahihkan dengan lafazh seperti ini saja, tanpa kalimat tambahan. (Shahih At Targhib wat Tarhib, 2/236/2104)
Hadits 2:
Dari Jabir bin Abdullah, bahwa Nabi bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْإِثْمِدِ عِنْدَ النَّوْمِ فَإِنَّهُ يَجْلُو الْبَصَرَ وَيُنْبِتُ الشَّعَرَ
“Hendaknya kalian (bercelak) memakai itsmid ketika tidur, karena dia bia mencerahkan pandangan dan menumbuhkan rambut.” (HR. Ibnu Majah, 10/318/3487. Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, 5/430. Ini lafazh dari Ibnu Majah)
Status hadits:
Menurut Syaikh Al Albani: hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari. (Silsilah Ash Shahihah, 2/223/724)
Hadits 3:
Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi bersabda:
وَإِنَّ خَيْرَ أَكْحَالِكُمُ الْإِثْمِدُ يَجْلُو الْبَصَرَ وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ
“Sebaik-baiknya celak kalian adalah istmid, dia bisa mencerahkan pandangan dan menumbuhkan rambut.” (HR. Abu Daud, 10/378/3380. An Nasa’i, 15/351/5024. Ibnu Majah, 10/319/3488. Ahmad, 5/141/2109. Ibnu Hibban, 22/380/5514)
Status Hadits:
Imam Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab shahihnya. Imam At Trmidzi mengatakan: hasan shahih. (Imam Abu Thayyib Syamsul Haq Al ‘Azhim, ‘Aunul Ma’bud, 9/85)
Fiqih Hadits:
Itsmid dengan huruf hamzah dan mim dikasrahkan, adalah celak hitam. Dikatakan: dia adalah kata yang dipindahkan ke bahasa Arab. Berkata Ibnu Al Baithar dalam Al Minhaj: itu adalah celak dari daerah Ashfahan. Hal ini disukung oleh ucapan sebagian mereka, bahwa tsmid adalah barang tambang daerah masyriq (Timur). (Imam Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Ali Al Qayyumi, Al Mishbah Al Munir fi Gharibi Asy Syarh Al Kabir , 2/ 31)
As Sairafi mengatakan, Itsmid adalah serupa dengan batu untuk bercelak. (Murtadha Az Zubaidi, Tajjul ‘Aruus, Hal. 1912)
Itsmid dikenakan sebagai pelindung mata digosok di sekitar kelopak mata, sebagai obat dan penghias. (Mu’jam Lughah Al Fuqaha, Hal. 378)
Diceritakan bahwa itsmid merupakan batu hitam yang sudah dikenal, agak kemerahan, adanya di negeri Hijaz, namun yang paling bagus adalah dari Asbahan. Terjadi perselisihan, apakah itsmid itu merupakan nama batu yang diambil sebagai celak, atau dia adalah celak itu sendiri, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Sayyidih. Al Jauhari juga mengisyaratkan demikian, demikian pula dalam Fathul Bari. At Turbasyti mengatakan, itsmid adalah batu tambang dan disebutkan bahwa dia merupakan celak dari Ashfahan, yang mampu mengeringkan air mata dan bisul, menyehatkan mata dan pandangan, apalagi buat orang jompo dan anak-anak. (Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri, Tuhfah Al Ahwadzi, 4/455)
Makna ‘Rambut’ dalam hadits-hadits ini adalah Al Hudbu (bulu mata), yang tumbuh di asyfar (tempat tumbuhnya bulu mata). (Ibid)
Hadits-hadits ini menunjukkan sunahnya memakai celak, sebab diredaksikan dengan bahas perintah, yakni iktahiluu (bercelaklah kalian …) atau ‘Alaikum bil itsmid .. (hendaknya kalian menggunakan itsmid …). Ini semua menunjukkan anjurannya, termasuk buat laki-laki sebab kata perintah tersebut menggunakan dhamir untuk mudzakkar (MASKULIN) namun belum diketahui adanya ulama yang mengatakan wajib. Ada pun jika bercelak tujuannya untuk berhias seperti wanita, maka bukan hanya bercelak, yang lain pun tidak boleh jika dilakukan dengan tujuan menyerupai wanita.
Khusus bulan Ramadhan, para ulama berbeda pendapat, apakah dia bisa membatalkan puasa atau tidak, dan sebagian memakruhkannya, dan yang lain membolehkannya.
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:
اكْتَحَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ صَائِمٌ
“Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bercelak ketika dia sedang puasa.” (HR. Ibnu Majah, 5/189/1668)
Hadits ini dhaif, lantaran dalam sanadnya terdapat Sa’id bin ‘Abdi Al Jabbar Az Zubaidi Al Himshi. Imam Az Zaila’i mengatakan bahwa dia telah disepakati kedhaifannya. Imam At Tirmidzi mengatakan dalam masalah ini tak satu pun hadits yang shahih. (Imam Az Zaila’i, Nashbur Rayyah, 4/435-436. Al Hafizh Ibnu Hajar, Bulughul Maram, Hal. 120. No. 556. Darul Kutub Al Islamiyah).
Imam An Nawawi mengatakan, dalam Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab bahwa hadits ini dhaif, lantaran Said bin Abi Said ini seorang yang majhul (tidak dikenal). Namun, hal ini dibantah oleh Al Hafizh Ibnu Hajar, bahwa Said bin Abi Said ini tidak majhul, namun dia dhaif. Ibnu ‘Adi membedakan antara Said bin Abi Said A Zubaidi, katanya: majhul, dengan Said bin Abdil Jabbar, katanya: dhaif. Padahal keduanya adalah orang yang sama. (Al Hafizh Ibnu Hajar, At Talkhish Al Habir, 3/19)
Dari Abu ‘Atikah, dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اشْتَكَتْ عَيْنِي أَفَأَكْتَحِلُ وَأَنَا صَائِمٌ قَالَ نَعَم
“Datang seorang laki-laki kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu dia berkata: “Mataku sakit, apakah aku boleh bercelak sedangkan aku berpuasa?” , Nabi menajwab: Ya.” (HR. At Tiirmidzi, 3/172/658)
Imam At Tirmidzi mengatakan, sanad hadits ini tidak kuat, dan tidak yang shahih dari nabi tentang Bab ini. Abu ‘Atikah ini didhaifkan. Para ulama berbeda pendapat tentang memakai celak bagi orang yang berpuasa. Sebagian ada yang memakruhkan, itulah pendapat Sufyan, Ibnul Mubarak, Ahmad, dan Ishaq. Sebagian lain memberikan keringanan bagi orang berpuasa untuk memakai celak, yakni Asy Syafi’i. (Ibid)
Tentang Abu ‘Atikah, telah disepakati kedhaifannya. Namun, dalam hadits ini menunjukkan kebolehan bercelak tanpa dimakruhkan, bagi orang berpuasa, dan ini pendapat kebanyakan ulama. (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/262)
Ibnu Abi Laila dan Ibnu Syubrumah mengatakan, bercelak bisa merusak puasa. Sementara yang lain mengatakan tidak. (Imam Ash Shan’ani, Subulus Salam,)